readbud - get paid to read and rate articles

Laman

Kamis, 20 Mei 2010

Bupati Jember Keseleo Lidah "Nabi Muhammad Sombong"


Sebagai Bupati Jember, M.Z.A. Djalal terbiasa dengan urusan serius. Namun kali ini urusannya lebih rumit hanya gara-gara ia keseleo lidah. Blunder besar itu dilakukannya pada saat berpidato dalam acara "Dialog Solutif Bedah Potensi Desa" di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Jember, Jawa Timur, 28 April lalu.


Meski bukan forum pengajian, materi pidato Pak Bupati ketika itu banyak menyinggung soal kebaikan dan ajaran Rasulullah SAW. Di hadapan ratusan audiens yang hadir, ia menekankan pentingnya sifat peduli pada sesama. Untuk itu, ia meminta masyarakat tak segan meniru perilaku Nabi Muhammad SAW yang "sombong". Artinya, meskipun miskin, suka memberi kepada orang lain. "Sombong Nabi Muhammad itu, gih, sombong neka gih.... Tapi sombong Nabi neka baik," ujarnya dalam dialek Maduraan yang kental.

Di tengah masyarakat Jember yang agamis, memberi cap sombong kepada Nabi bisa sensitif. Kalimat sembrono seperti itu bisa bikin kuping orang Jember jadi panas. Kabupaten Jember, yang berada di kawasan timur Jawa Timur, merupakan bagian dari kawasan "tapal kuda, pusat komunitas nahdiliyyin tradisonalis beretnik Madura.

Lebih repot lagi, pidato Djalal itu terjadi pada waktu yang salah. Yakni menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada), yang akan digelar di Jember pada 7 Juli mendatang. Dalam pilkada ini, ia akan maju sebagai salah satu kandidat. Alhasil, keseleo lidah itu langsung disambut masalah. Gunjingan warga yang semula hanya beredar di warung kopi makin meruncing setelah pidato itu beredar luas melalui cakram padat (CD). Versi pendeknya cepat beredar antarponsel dan jejaring sosial.

Pekan lalu, berbagai aksi anti-bupati pun digelar. Sekelompok anak muda yang menamakan diri Himpunan Mahasiwa Cinta Rasulullah (HMCR) menggalang dukungan luas anti-bupati. Di media-media lokal, berbagai suara minor dan ancaman ramai menyerangnya.

Tak cukup sampai di situ. Laporan resmi ke polisi juga disampaikan masyarakat. Pelapornya adalah salah satu kiai setempat, KH Farid Mujib. Ia datang ke Polres Jember membawa CD berisi pidato lengkap Djalal. "Saya mewakili masyarakat Islam sangat tersinggung atas pidato tersebut. Apalagi, yang menyampaikan adalah seorang public figure sekelas bupati," katanya.

Menurut Farid, ia melapor ke polisi karena perbuatan Djalal termasuk penodaan agama, sehingga bisa dijerat dengan Pasal 156a KUHP. Ancaman hukumannya adalah empat tahun penjara.

Rekaman orasi Djalal menunjukkan, terdapat klaim tentang kesombongan Nabi dalam pidatonya yang beberapa kali diulang. Di antara penggalan kalimatnya adalah: "... Harus sombong, Pak. Nabi Muhammad saja sombong, meski di rumah ada tamu dan nasi tinggal sepiring, nasi itu tetap dibagi untuk disuguhkan. Sombong, Pak. Tapi sombong yang bagus...."

Pimpinan Pesantren Mambaul Ulum, Jember, itu mengaku sangat keberatan atas pernyataan tersebut. Sebab, dalam sebuah hadis, Nabi melarang umatnya berlaku sombong. Ia mengutip sabda Nabi: tidak akan masuk surga orang yang di hatinya terdapat kesombongan, walaupun seberat biji sawi.

Hari-hari sesudahnya masih terus kelabu bagi Bupati Djalal. Berbagai aksi menentangnya terus digalang. Rabu pekan lalu, misalnya, 200 warga yang tergabung dalam Forum Umat Islam Bersatu menggelar unjuk rasa di pendopo Kabupaten Jember. Mereka menuntut agar Bupati Djalal meminta maaf dan bertobat.

Pengunjuk rasa mengusung spanduk sembari melakukan orasi. Sekretaris Pengurus Cabang NU Jember, Misbahussalam, dalam orasinya menyatakan, dalam hukum Islam tak ada kategori kesalahan kata-kata. Yang ada haram, halal, kafir, dan murtad. "Pak Djalal seharusnya turun. Tak pantas menjadi pemimpin," katanya.

Misbahussalam mengungkapkan, telah digelar bahtsul masail di tingkat PCNU Jember. Forum itu berkesimpulan bahwa pernyataan Bupati Djalal masuk kategori menghujat Nabi. Meskipun maksud yang disampaikan baik, identifikasi buruk kepada Nabi itu bisa membuat penyesatan persepsi publik.

Djalal sebetulnya telah mengakui kekhilafannya. Di hadapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember, ia meminta maaf kepada seluruh masyarakat yang tersinggung oleh perkataannya. Klarfikasi resmi itu, selain diucapkan di hadapan MUI, juga disampaikan di depan ormas Islam, ulama, dan tokoh masyarakat setempat. "Kalau ada kekhilafan dalam memilih kata, saya memohon maaf. Maaf saya tidak hanya kepada sampeyan semua, tapi kepada Allah yang tahu isi hati saya. Saya sudah membaca istigfar dan salawat," ujarnya.

Menurut dia, ajakan bersedekah dan meniru ajaran Rasullah SAW itu disampaikannya dalam konteks membangun perilaku masyarakat yang mandiri. Ia melihat, secara kasuistik, ada kalangan mampu yang bila ada pembagian bantuan langsung tunai ikut mengajukan diri.

Kata Djalal, kunci terjadinya kemiskinan adalah tidak adanya kebesaran hati. Ia mengaku berniat meminta masyarakat berbesar hati, tapi terlampau ekstrem memilih diksi. Ia mengakui mengucapkan kata "sombong" untuk Rasulullah.

Ketika berpidato, ia mengutip sebuah kisah Nabi yang pernah didengarnya bahwa suatu ketika Nabi menyimpan makanan sedikit. Tapi, ketika ada orang yang datang dan meminta makanan itu, Nabi langsung memberikannya kepada yang kelaparan tersebut. "Saya memberikan kosakata yang mungkin agak ekstrem dan berlebih-lebihan karena saya tidak bisa memilih kalimat," tuturnya.

Namun ia menegaskan, tidak ada maksud lain kecuali hanya menegaskan ketedanan Rasululullah SAW. "Sampai mati, saya tidak akan pernah menghina Nabi Muhammad," katanya. MUI Jember yang mengkaji persoalan itu menilai, dari awal sampai akhir tidak ada kata-kata yang menghujat Nabi dalam pidato Djalal.

Ketua MUI Jember, Sahilun A. Nasir, mengungkapkan bahwa pidato Djalal itu semangatnya mengajak masyarakat untuk senantiasa berbesar hati, meski dalam kekurangan. "Saking semangatnya, hingga terucap kata sombong untuk Nabi," ujar pengasuh Pondok Pesantren Al Jauha itu.

Mujib Rahman, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Agama, Gatra Nomor 27 Beredar Kamis, 13 Mei 2010]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar